Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno
Prof. Herry S. Utomo Penemu Varietas Beras Kaya Protein Tanpa Rekayasa Genetika
Selasa, 5 Agustus 2025 19:26 WIB
Kini ia menjadi profesor tetap di Louisiana State University, AS. Karya besarnya, Cahokia Rice, untuk misi kemanusiaan
Prof. Herry S. Utomo
Di tengah narasi yang sering kita dengar tentang anak bangsa yang menetap di luar negeri dan tak kembali, nama ini justru mengubah sudut pandang itu. Ia memang tidak selalu berada di tanah air, tapi jiwanya masih berakar di sini. Ilmunya tidak diam di sana, melainkan mengalir pulang melalui kolaborasi riset, pengembangan varietas unggul, dan misi-misi sosial di daerah terpencil yang sering luput dari perhatian negara.
Dialah Prof. Herry S. Utomo, putra Malang, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, dan kini menjadi profesor tetap di Louisiana State University, Amerika Serikat. Ia bukan sekadar ilmuwan diaspora. Ia adalah wajah dari kemungkinan bahwa ilmu, jika dijalankan dengan jujur dan sabar, akan menemukan jalannya sendiri untuk kembali dan memberi makna.
Anak Malang yang Menjejak Dunia
Lahir dan besar di Malang, Prof. Herry menempuh pendidikan sarjana di UB sebelum melanjutkan studi magister di University of Kentucky dan doktoral di Louisiana State University dengan beasiswa penuh. Perjalanannya tidak mudah. Ia melewati proses panjang, dari pascadoktoral hingga akhirnya diangkat sebagai profesor penuh dengan status tenured, gelar yang hanya diberikan kepada ilmuwan dengan rekam jejak integritas, produktivitas, dan kontribusi nyata.
Tahun 2017, ia dianugerahi gelar kehormatan F. Avalon Daggett Endowed Professor, penghargaan yang diberikan kepada akademisi dengan pengaruh besar dalam dunia sains maupun masyarakat.
Namun yang membuatnya menonjol bukan sekadar gelar atau jabatan. Melainkan cara ia memaknai ilmu pengetahuan.
"Ilmu bukan untuk disimpan dalam jurnal atau perpustakaan. Ia harus menyentuh masyarakat."
Cahokia Rice dan Keberpihakan pada Gizi Global
Salah satu terobosan paling penting yang pernah ia lakukan adalah menciptakan Cahokia Rice, varietas beras tinggi protein yang dikembangkan secara alami tanpa rekayasa genetika. Beras ini menjadi solusi nyata untuk mengatasi kekurangan protein, salah satu masalah gizi global yang juga menimpa jutaan anak Indonesia.
Cahokia Rice mengandung protein 50 persen lebih tinggi dari beras biasa, indeks glikemiknya rendah, tahan penyakit, dan dapat dipanen hingga 7.560 kilogram per hektar. Setiap hektar Cahokia dapat menghasilkan sekitar 150 kilogram protein murni. Bandingkan dengan daging sapi yang per hektar padangnya hanya mampu menghasilkan 30 kilogram protein. Ini bukan hanya prestasi ilmiah, tetapi lompatan sosial.
"Kami sengaja tidak menggunakan GMO agar bisa diterima oleh masyarakat luas. Kami ingin varietas ini menjadi jembatan, bukan tembok."
Kini Cahokia Rice sudah dikomersialkan di Amerika Serikat dan dipatenkan secara resmi. Namun Prof. Herry membuka peluang kolaborasi agar varietas ini juga bisa dikembangkan di Indonesia. Baginya, sains seharusnya tidak mengenal batas negara, ia harus menjadi milik bersama.
Diaspora yang Tidak Lupa Pulang
Sebagai Presiden Indonesian Diaspora Network United, Prof. Herry tidak hanya mengurusi laboratorium dan riset. Ia juga menjadi penghubung antara ilmuwan Indonesia di luar negeri dengan berbagai institusi dalam negeri. Ia percaya bahwa kolaborasi global hanya akan bermakna jika berdampak pada tanah kelahiran.
Ia memfasilitasi beasiswa, pertukaran pelajar, pengiriman peneliti, serta program-program sosial di daerah tertinggal. Salah satu yang paling berkesan adalah pengabdiannya di Papua, di mana ia secara langsung mengajar anak-anak dan memberi motivasi bagi para guru. Semua dilakukan dengan rendah hati dan tanpa eksposur media.
"Kami ini bukan yang hebat-hebat. Kami hanya orang-orang yang kebetulan belajar lebih dulu dan ingin membantu yang lain menyusul."
Baginya, nasionalisme tidak harus lantang. Kadang ia cukup hadir dalam bentuk sederhana. Pengiriman benih unggul, mentoring mahasiswa doktoral, atau mendampingi guru-guru di pelosok.
Ilmu Tidak Minta Panggung
Di era ketika gelar sering dijadikan panggung, Prof. Herry memberi contoh lain. Bahwa ilmu yang benar tidak menuntut sorotan. Ia cukup hadir, bekerja, dan memberi manfaat. Ia tidak sibuk membanggakan pencapaian, tapi sibuk menanam bibit-bibit perubahan yang kadang tak terlihat.
Bagi saya pribadi, ini pelajaran penting. Bahwa yang membuat seseorang besar bukanlah di mana ia berada, tapi apa yang ia lakukan dari tempat itu. Bahwa menjadi diaspora tidak selalu berarti pergi meninggalkan, tapi bisa juga menjadi cara untuk memberi lebih luas.
Dan yang paling menyentuh dari kisah ini adalah kenyataan bahwa ia tidak marah pada bangsa ini, tidak mengeluh karena tak dianggap, tidak sinis pada sistem, dan ia hanya bekerja dengan cinta.
Antara Fisik dan Makna
Prof. Herry sering menyebut bahwa dirinya memang tidak berada di Indonesia secara fisik, tapi seluruh visinya tetap tertuju pada tanah air. Ia bukan ilmuwan yang membangun menara gading, tetapi jembatan penghubung. Ia percaya bahwa ilmu pengetahuan yang tidak kembali kepada masyarakat, pada akhirnya akan kehilangan rohnya.
"Yang penting bukan pulang secara fisik. Tapi bagaimana kita tetap memberi makna."
Di tengah banyaknya kekecewaan dan eksodus anak muda dari sektor riset dalam negeri, figur seperti Prof. Herry adalah harapan. Ia membuktikan bahwa ada cara lain untuk pulang melalui aksi nyata, kolaborasi, dan keberpihakan.
Refleksi untuk Generasi Berikutnya
Kisah Prof. Herry bukan sekadar biografi seseorang. Ini adalah undangan untuk merenung bahwa ilmu jika ditekuni dengan niat yang bersih, akan membuka jalan yang bahkan tidak kita bayangkan. Bahwa menjadi ilmuwan tidak harus selalu tinggal di laboratorium. Kita bisa menjadi bagian dari perubahan, di mana pun kita berpijak.
Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa gelar dan prestasi akademik hanyalah alat. Yang menentukan arah bangsa bukan seberapa panjang titel di belakang nama, tapi seberapa dalam kita menggali manfaat dari ilmu itu.
Prof. Herry menunjukkan bahwa ilmuwan tidak harus bising. Cukup konsisten, rendah hati, dan terus berjalan. Ia adalah contoh bahwa ilmu bisa pulang diam-diam, lewat cahaya yang ia pancarkan dari jauh.
Penutup
Tulisan ini saya dedikasikan bukan hanya untuk Prof. Herry, tapi untuk semua anak bangsa yang sedang bertanya-tanya, apakah jalan yang aku tempuh ini akan berarti? Jawabannya iya!, jika kau menempuhnya dengan kejujuran dan keberpihakan.
Ilmu tidak pernah minta dipuja. Tapi ia akan selalu memberi arah. Diam-diam. Dalam. Dan tak pernah hilang.

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing
8 Pengikut

Oase Pengetahuan di Tengah Krisis Membaca
5 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler